RSS Feed
This is a mood message, you can edit this message by editing file message.php, or you can also add here some advertisement.

Selasa, 31 Mei 2011

Antara Aku dan Tere Liye

Ini bukan kisah cinta, melainkan ini kisah antara aku sama pengarang novel bernama Tere Liye. Bukan pula kisah pertemuan antara kami, karena aku bahkan belum pernah bertemu dengannya. Ini cuma cerita bagaimana aku bisa jatuh cinta terhadap buku-buku milik Tere Liye. Buku yang sederhana namun mengena.

Awal aku membaca Tere Liye adalah Sang Penandai. Waktu itu bahkan aku sangat asing dan geli mendengar namanya. Tere Liye. Bukan nama yang lazim untuk didengar. Tidak seperti Asma Nadia atau Gola Gong, atau mungkin Fahri Asiza. Aku mendapatkan buku ini di salah satu mall di kota kecilku. Awalnya sih yang mengambilkan ibuku. Melihat resensinya, sepertinya bukan buku yang biasa. Apalagi dari sampulnya, awalnya sih kupikir ini buku fantasi seperti Harry Potter, Narnia, atau Eragon. Tetapi ternyata buku ini berbeda.

Sang Penandai bahkan tidak menyebutkan nama latar ceritanya. Hanya mendeskripsikan tentang keadaan tempat tersebut. Kata-katanya sangat sederha, malah. Namun isi yang dikupas tidaklah sesederhana itu. Sang Penandai mengajarkan bagaimana kita bisa tersenyum bahkan dengan kenangan terpahit sekalipun. Bahwa kenangan pahit itupun bisa kita terima, kita jadikan salah satu kenangan terindah di sudut hati. Itu adalah buku yang sangat mengena.

Sejak saat itu aku langsung suka dengan Tere Liye. Awalnya aku berpikir Tere Liye adalah seorang wanita yang asih. Tetapi ternyata salah. Bagaimana aku tahu? Nanti saja kuceritakan kalau memang sudah saatnya kuceritakan.

Buku kedua yang kubaca adalah Hafalan Shalat Delisa. Buku yang berhasil membuatku menangis malam-malam, rela bangun dengan mata berat karena tidak mau terputus dengan ceritanya. Di buku ini, Tere Liye kembali menyodorkan cerita yang mengesankan. Kali ini settingnya jelas, yaitu di Aceh. Dengan latar belakang peristiwa tsunami, cerita ini berhasil membuatku sesenggukkan, memahami perjuangan seorang anak perempuan menerima kejadian yang menimpa padanya. Lagi-lagi Tere Liye menyodorkan sebuah kata penerimaan.

Lalu secara tak sengaja aku menemukan The Gogons di perpustakaan sekolah. Langsung saja aku membacanya dengan semangat. Sayangnya aku agak lupa dengan novel ini karena aku tidak terlalu suka meski tetap kubaca dengan semangat. Namun aku masih menunggu seri lanjutan The Gogons.

Semenjak itu aku langsung jatuh cinta dengan buku-buku Tere Liye. Aku sabar menunggu buku lain yang keluar dari tulisan tangannya. Nah di saat inilah aku tahu bahwa ternyata Tere Liye itu laki-laki. Aku tahu dari Facebooknya. Bahkan aku sempat mengirim email sekali (dan dia membalasnya xD), menanyakan bagaimana jika kita mengalami kebuntuan dalam membuat cerita. Karena dalam hal ini, aku penulis aktif di Forum RPG berbasis teks di Indo Hogwarts, Behind The Magic, dan Indo Olympians. Tentu saja dengan berbagai macam sifat karakter kadang mambuatku buntuk untuk mengeluarkan deskripsi.

Buku selanjutnya adalah Pukat dan Burlian. Dua buku sekaligus yang kubeli karena kebetulan ada di toko. Buku ini menyajikan kehidupan sederhana empat bersaudara (Eliana, Pukat, Burlian, dan Amelia). Setiap tokoh mempunyai cerita dalam novel tersendiri. Seperti Eliana si Pemberani yang novelnya dikeluarkan nomor tiga (padahal dia anak pertama), Pukat si Jenius, Burlian si Anak Istimewa, dan Amelia yang belum terbit sampai sekarang. Katanya sih Agustus.

Di Serial Anak Mamak ini, menyuguhkan keadaan yang amat sederhana, keluarga yang juga amat sederhana namun melahirkan anak-anak yang luar biasa. Namun lewat kesederhanaan inilah aku belajar banyak. Apalagi saat membaca bab yang menceritakan perjuangan Mamak mereka (karena setiap seri pasti ada). Aku sangat terkesan dengan kalimat : Kalau kau dan adik-adikmu tahu sedikit saja apa yang telah dilakukan seorang Mamak untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum ada sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta kasih sayang padamu. Kira-kira seperti itulah kalimatnya. Dan setiap membaca bab itu, selalu saja aku menangis. Mengingat pengorbanan ibu untukku.

Oya, sebelum membeli Serial Anak Mamak khusunya yang Eliana, aku sempat membeli Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Itu novel yang sangat-sangat keren. Memang itu kisah cinta, namun kisahnya tak sesederhana novel teenlit zaman sekarang. Kisah itu lebih menekankan tentang penerimaan, pengertian, dan pemahaman. Kalimat yang paling membuatku menangis adalah (oke, kenapa setiap membaca novel Tere Liye selalu saja menangis?) : “Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.” Bagaimana? Kata-kata yang keren, ‘kan?

Lalu novel yang kubeli bersamaan dengan Eliana adalah Ayahku (Bukan) Pembohong. Lagi-lagi Tere Liye mengajarkan kita untuk sebuah penerimaan secara sederhana. Namun jangan kira Tere Liye hanya bisa mengarang genre itu saja. Di Facebook-nya, banyak sekali notes berseri yang ia tulis hanya saja aku jarang mengikutinya. Salah satu yang membuatku ternganga adalah serial B*ngs*t-B*ngs*t Berkelas. Itu adalah notes berlatar belakang ekonomi dengan bahasa tingkat tinggi dan membuatku langsung berhenti membacanya. Bukan karena jelek, tetapi aku bukanlah orang yang mempunyai pemahaman setinggi itu.

Kini aku sedang membaca ebook Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (yang besarnya 100MB lebih dan harus donlot lewat warnet). Sebelumnya aku sudah membaca Bidadari-Bidadari Surga (yang lagi-lagi bikin nangis). Untuk yang dua terakhir ini aku membaca lewat ebook. Soalnya di kotaku belum ada dan lagi belum punya uang untuk membeli novel, setelah terakhir habis UN langsung beli empat novel. Haha. Yang penting aku sudah membaca novel karangan Tere Liye.

Oya, hampir kelupaan. Saya juga punya novelnya yang Moga Bunda Disayang Allah. Perjuangan seorang anak kecil dengan seorang remaja (yang saya lupa lagi =,=) Namun novelnya lagi-lagi membuat saya kagum. Itulah mengapa saya ingin tulisan saya seperti Bang Tere. Sederhana namun bermakna. Tapi tetap saja susah.

Dari semua novel yang kubaca, hampir semuanya tentang penerimaan yang tulus dan sederhana. Namun sekali lagi, ini adalah novel yang sederhana, dengan kata-kata sederhana, dengan deskripsi yang ringan (minus notesnya di FB, tentu), namun bermakna banyak buatku. Itulah kisahku dengan Tere Liye. Dan aku akan tetap selalu menunggu karya-karya punya Bang Tere. Sekian :)

0 komentar:

Posting Komentar